Rabu, 28 September 2016

Patofisiologi Sistem Integumen

Hallooo temen-temen semuaaa.
Hari ini saya mau post, tapi post kali ini berbeda dengan post-post sebelumnya. Karen kali ini saya akan post tentang Sistem Integumen. Kalian tau gak sih apa itu Sistem Integumen? Naaah bagi yang belum tau atau yang sudah tau tapi mau lebih jelas lagi, mari dibaca postan saya ini yaaaa!
Ini adalah makalah yang pernah saya buat sewaktu diberi tugas membuat makalah tentang Sistem Integumen oleh dosen saya.
Selamat membacaaaa!!!



2.1       Sistem Integumen
A.      Pengertian Sistem Integumen
Kata integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang berarti "penutup". Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling luas, dimana orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
Sistem integumen meliputi kulit dan derivatnya. Kulit yang sebenarnya adalah lapisan penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang letaknya disebelah luar jaringan ikat, kendur. Sedangkan derivat integumen meliputi struktur-struktur tertentu yang secara ontogeni berasal dari salah satu dari kedua lapisan utama pada kulit yang sesungguhnya yaitu epidermis dan dermis. Stuktur-struktur tersebut mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).
B.       Fungsi Sistem Integumen
1)   Perlindungan. Kulit melindungi tubuh dar mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan, dan dari zat iritan kimia maupun mekanik. Pigmen melanin yang terdapat dalam kulit memberikan perlindungan selanjutnya terhadap sinar ultraviolet matahari.
2)   Pengaturan suhu tubuh. Pembuluh darah dan kelejar keringat dalam kulit berfungsi untuk mempertahankan dan mengatur suhu tubuh. Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama lewat kulit. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan. Proses pertama yaitu radiasi, merupakan pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah dan berada pada suatu jarak tertentu. Proses kedua, yang dinamakan konduksi, merupakan pemindahan panas dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin  yang bersentuhan dengan tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara yang melingkupi tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang terdiri atas pergerakan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.
3)   Ekskresi. Zat berlemak, air, dan ion-ion sepert Na+ dieksresi melalui kelenjar-kelenjar pada kulit.
4)   Metabolisme. Dengan bantuan radiasi sinar matahari atau sinar ultraviolet, proses sintesis vitamin D yang penting untuk pertumbuhan dan perkembnagan tulang, dimulai dari sebuah molekul prekursor (deehidrokolesterol-7) yang ditemukan di kulit.
5)   Komunikasi
a.    Semua stimulus dari lingkungan diterima oleh kulit melalui sejumlah reseptor khusus yang mendeteksi sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan, tekanan, dan nyeri.
b.    Kulit merupakan media ekspresi wajah dan refleks vaskular yang penting dalam komunikasi.

2.2       Peranan Sistem Integumen dalam Pengaturan Homeostasis Tubuh
A.      Pengertian Homeostasis
Homeostasis adalah Kemampuan proses fisiologis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan hidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau ekuilibrium ( Cannon, 1926 ). Homeostasis adalah Suatu proses perubahan yang terus menerus atau suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya yang sifatnya dinamis yang berlangsung secara konstan, dan terjadi pada setiap organisme.
Proses homeostasis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalamai stress sehingga tubuh secara alamiyah akan melakukam mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisisi yang seimbang.Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostasis ini dapat melalui 2 cara diantaranya:
1.    Self regulation dimana sistem ini terjadi secara ototmatis pada orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
2.    Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan dalam tubuh sebagai contoh apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin maka proses dalam tubuh khususnya pembuluh darah akan mengalami kontraksi pembuluh darah perifer dan merangsang pada pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan pada otot yang akhirnya menggigil yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tetap stabil. Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada. Cara umpan balik untuk mengkoreksi ketidakseimbangan fisiologis, hal ini dapat dicontohkan apabila seseorang terjadi hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut jantung yang cepat untuk membawa darah dan oksigen yang cukup keseluruh tubuh.

Cairan tubuh merupakan objek homeostasis karena dalam cairan tubuh diatur keseimbangan bermacam-macam elektrolit.Homeostasis juga mengatur keseimbangan asam dan basa. Cairan tubuh diatur agar suhunya selalu konstan 370C dengan cara mekanisme produksi dan pelepasan panas. Contoh homeostasis yang ringkas ialah:Apabila cuaca panas, sistem kulit akan merespon dengan mengeluarkan peluh melalui kelenjar keringat pada epidermis kulit untuk mencegah suhu darahnya meningkat, pembuluh darah akan mengembang untuk mengeluarkan panas ke sekitarnya, hal ini juga menyebabkan kulit berwarna merah. 

B.       Proses Pengaturan dalam Tubuh Manusia
Diantara kemungkinannya ialah:
1.    Apabila banyak garam dalam badan dan kurang air
2.    Apabila kurang garam dalam badan dan banyak air
3.    Apabila kadar garam lebih dari jumlah normal dan kurang air dalam badan, tekanan osmosis

Faktor-faktor  lingkungan internal yang harus dipertahankan secara homeostasis:
1.    Konsentrasi molekul zat-zat gizi
2.    Konsentrasi Odan CO2.
3.    Konsentrasi zat-zat sisa
4.    pH
5.    Konsentrasi garam-garam, air, dan elektrolit-elektrolit lain
6.    Suhu
7.    Volume dan tekanan.

C.       Peran Sistem Integumen untuk Homeostasis
Sistem integumen berfungsi sebagai sawar protektif bagian luar yang mencegah cairan internal keluar dari tubuh dan mikroorganisme asing masuk ke dalam tubuh. Jumlah panas yang dikeluarkan dari permukaan tubuh ke lingkungan eksternal dapat disesuaikan.
·         Peran Kulit dalam Termogulasi. Panas tubuh dihasilkan dari aktivitas metabolik dan pergerakan otot. Panas seperti ini harus dikeluarkan, atau suhu tubuh akan naik diatas batas normal. Pada lingkungan bersuhu dingin, panas harus dipertahankan atau suhu tubuh akan turun dibawah batas normal.
1)   Pengeluaran Panas di Kulit. Berlangsung melalui proses evaporasi air yang disekresi oleh kelenjar keringat dan juga melalui proses persipirasi tak kasat mata (difusi molekul air melalui kulit).
·      Pada cuaca panas dan lembab, keringat sangat banyak keluar, tetapi tingkat evaporasi sangat rendah sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman. Dengan demikian, berkeringat sebagai salah satu mekanisme pendinginan, hanya akan efisien pada tingkat kelembaban yang lebih rendah.
·      Pengeluaran keringat dikendalikan melalui sistem saraf, yang merespon pemanasan atau pendinginan darah secara berlebihan.
2)      Retensi panas adalah salah satu fungsi dari kulit dan jaringan adiposa dalam lapisan subkutan. Lemak merupakan insulator panas untuk tubuh dan derajat insulasi bergantung pada jumlah jaringan adiposa.
3)      Pembuluh Darah. Dalam papilla dermal juga dikendalikan oleh sistem saraf.
·      Jika pembuluh darah berdilatasi, aliran darah ke permukaan kulit akan meningkat, sehinggga konduksi panas pada bagian eksterior dapat terjadi.
·      Pembuluh darah berkontruksi untuk menurunkan aliran darah ke permukaan kulit dalam upaya mempertahankan panas tubuh sentral.

2.3       Faktor-Faktor yang Mengganggu Fungsi Sistem Integumen dan Manifestasinya
A.      Kelainan genetik. Pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosom trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindrom Turner.
B.       Kelainan kongenitalmerupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
C.      Idiopatik. Berasal dari bahasa Latin idio (sendiri) dan patheia (kesakitan). Idiopatik berarti penyebabnya tidak diketahui. Setiap penyakit yang penyebabnya tidak pasti atau tidak diketahui dapat disebut idiopatik. Misalnya, polineuritis akut idiopatik, trombositopenik purpura idiopatik, hipertensi intrakranial idiopatik, fibrosis paru idiopatik, skoliosis idiopatik, dll.

D.      Reaksi Hipersensitivitasadalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.
1)   Reaksi Hipersensitivitas Tipe-I ( Reaksi Alergi ).
 Hipersensitivitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darahneutrofil, dan eosinofil.  Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G.
2)   Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ( Reaksi Sitotoksik )
          Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunolobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
·      Pemfigus (IgG) bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal);
·      Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah); dan
·      Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).
3)   Reaksi Hipersensitivitas Tipe-III ( Imun Kompleks)
          Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakterivirus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-parusendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju. 
4)   Reaksi Hipersensitivitas Tipe-IV ( Delayed Type Hypersensitivity )
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tipe
Waktu reaksi
Penampakan klinis
Histologi
Antigen dan situs
Kontak
48-72 jam
Eksim (ekzema)
Limfosit, diikuti makrofag; edema epidermidis
Epidermal (senyawa organik, jelatang atau poison ivy, logam berat , dll.)
Tuberkulin
48-72 jam
Pengerasan (indurasi) lokal
Limfositmonosit, makrofag
Intraderma (tuberkulin, lepromin, dll.)
Granuloma
21-28 hari
Pengerasan
Makrofag, epitheloid dan sel raksaksa, fibrosis
Antigen persisten atau senyawa asing dalam tubuh (tuberkulosiskusta, etc.)

A.      Trauma
1)   Luka bakar, adalah cedera luka bakar diakibatkan dari serangan langsung, memasak, merokok, ledakan, kebakaran rumah, kontak dengan objek panas, kecelakaan mandi air panas, dan factor lain. Cedera luka bakar terjadi pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Bila ini terjadi, tidak hanya melibatkan jarngan kulit tetapi juga semua system tubuh. Kedalaman cedera termal bergantung pada agens pembakar, suhu, dan lamanya pemajanan pada pana. Titik ekuilibrium kulit kira-kira 44˚C. suhu ini dapat ditoleransi sampai 6 jam tanpa terbakar. Luka bakar diklasifikasikan sebagai derajat pertama, kedua, dan ketiga. Kedalaman cedera sulit untuk dikaji pada periode pasca-terbakar awal, dan secara garis besar di bagi menjadi cederaketebalan parsial dan cedera ketebalan penuh.
·      Luka bakar ketebalan parsial : mencakup derajat pertama dan kedua serta cedera dermal dalam.
·      Luka bakar ketebalan penuh : mencakup destruksi lapisan kulit atau mencakup jaringan subkutan, otot, atau bahkan tulang. Penyebabnya sama dengan luka bakar ketebalan parsial. Penampilan luka bervariasi, putih, hitam, coklat, atau merah tua. Kerusakan jarigan pada luka bakar ini bergantung pada ukuran area yang terbakar, kedalaman dan lokasinya, usia korban, adanya penyakit atau cedera penyerta, dan stats psikologis korban.
Ø Kedalaman Luka Bakar
·      Luka bakar derajat satu (super ficial partial-thickness). Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae.
·      Luka bakar derajat dua (deep partial-thickness). Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang
·      lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
·      Luka bakar derajat tiga (full-thickness). Meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
          Perkiraan persentase area permukaan tubuh total yang telah terbakar penting untuk menentukan kebutuhan cairan dan nutrisi. Aturan Sembilan telah menjadi standar untuk memperkirakan area luka bakar. Metode ini mempuyai beberapa keterbatasan bergantung pada usia pasien (kepala anak-anak menunjukan persentase lebih dari permukaan tubuh orang dewasa). Dan luasnya cedera actual derajat tiga.   
2.1       Gambaran Laboratorium
1.    Biopsi Kulit
     Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara eksisi dengan scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan mengambil bagian tengah jaringan.
Indikasi : Pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk yang tidak lazim. Pembentukan lepuh.
                                          
2.    Patch Test
     Untuk mengenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien dibawah plester khusus (exclusive putches).
Indikasi : Dermatitis, gejalak kemerahan, tonjolan halus, gatal-gatal. Reaksi + lemah. Blister yang halus, papula dan gatal-gatal yang hebat reaksi + sedang.
-Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat.
Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelaksanaan patch test :
·         Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu minggu sebelum tanggal pelaksanaan.
·         Sample masing-masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram kemudian ditempel pada punggung,dengan jumlah yang bervariasi. (20-30 buah).
·         Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat plester masih menempel.
·         Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit.
·         2-3 hari setelah tes plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi.

3.    Pengerokan Kulit
     Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang dicurigai.dengan menggunakan skatpel yang sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata pisau hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.

4.    Pemeriksaan Cahaya Wood (Light Wood)
     Menggunakan cahaya UV gelombang panjang yang disebut black light yang akan menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi.

5.    Apus Tzanck
     Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan.
Indikasi :
·      Herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus.
·      Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa.

2.2       Jenis Bakteri/ Mikroba Terkait Penyakit pada Sistem Integumen
A.  Tuberkulosis : Mycobcterium tuberculosis terkadang menginfeksi kulit sehingga menyebabkan lupus vulgaris, yang ditandai dengan bercak merah pada wajah. Srofuloderma adalah keterlibatan kulit pada kelenjar limfe tuberkulosa, biasanya pada leher. Kedua lesi tersebut ditandai dengan granulo kaeosa dan dari granulo tersebut dapat dibiakkan M. tuberculosis.
B.  Mycrocteru marinum : Bakteri ini merupakan Mycobacterium atipik yang kadang-kadang ditemukan di dalam air laut, kolam renang, dan akuarium. Mycobacterium ini menyebabkan lesi kulit nodul granulomatosa kronis atau lesi kulit ulseratif pada bagan yang terpajan (“granuloma kolam renang”). Biakan diperlukan untuk membedakan M. Marinum dan M. Tuberculosis.
C.  Mycobacterium ulcerans : Organisme ini menyebabkan ulkus Buruli, yang sering dijumpai di beberapa negara Afrika, ditnda denn ulserasi luas pada kulit. Sejumlah besar basil tahan asam terdapat d dalam lesi tersebut. Biakan M ulcerans bersifat diagnostik.

Penyakit pada Sistem Integumen yang disebabkan oleh Bakteri
1)   Impetigo
     Impetigo adalah infeksi permukaan epidermis yang disebabkan oleh StaphylococcusAureus atau Streptococcus Pyghenes. Impetigo paling sering terjadi pada anak-anak terutama pada wajah, yan dapat menyebar karena digaruk. Penularan melalui kontak langsung : Impetigo sangat menular.
     Umumnya, impetigo mulai sebagai putsul (lepuh berisi pus) yang ruktur dan membentuk kusta tebal, kuning, dan translusen. Secara mikroskopis, lepuh terdapat pada bagian permukaaan epidermis. Eredikasi infeksi dengan antibiotik menyebabkan pemulihan yang cepat tanpa jaringan parut.
     Impetgo neonatal merupakan varian sangat serius pada bayi yang disebabkan oleh strain stafilokokus yang menimbulkan toksin epidermolitik. Bula meluas dan membesar, mengakibatkan pengelupasan epidermis permukaan dalam area yang luas (“scalded  skin syndrome”).

2)   Infeksi Folikel Rambut
     “Folikulitis”  sangat sering dijumpai, terjadi pada bagian tubuh yang terdapat rambut, sering pada wajah dan badan bagian atas, Staphylococcus aureus merupakan patogen yang biasa djumpai dan menimbulkan peradangan akut tipikal disertai nyeri, pembengkakan, dan eritema. Supurasi menimbulkan abses, atau furunkel (bisul atau jerawat biasa). Bisul yang berkaitan dengan bulu mata disebut bintit (sty) atau hordeolum.
     Karbunkel merupakan infeksi yang jauh lebih serius yang dimulai sebagai folikulitis, tetapi menyebar ke dalam dan lateral membentuk massa peradangan besar dengan banyak daerah supurasi. Karbunkel terutama serng dijumpai pada pasien diabetes dan dapat menyebabkan bakteremia.



3)   Akne Vulgaris
     Meskipun bukan merupakan infeksi primer, lesi akne vulgaria serin terinfeksi patogen derajat rendah. Lesi akne vulgaria adalah komedo (kepala hitam atau kepala putih), yang terdiri atas struktur pilosebaseus berisi keratin dan lipid. Sekresi keratin dan sebasea yang tertahan dihancurkan oleh bakteri anaerob (misal, Propioni-bacterium acnes), menyebabkan peradangan akut yang dapat berkembang menjadi abses yang sangat menyerupai funankel, terutma jika terjadi infeksi sekunder.
     Akne mengenai banyak remaja usia pubertas. Penyebabnya tidak pasti. Peningkatan kadar hormon seks pada masa pubertas dapat mempengaruhi mutu sekresi sebasea, dan pada beberapa ndivdu bahan makanan tertentu tampak mengeksaserbasi kondisi tersebut, menunjukkan fenomena alergik. Higiens yang buruk secara tidak jelas turut berperan pada timbulnya komedo (kepala hitam adalah lipid teroksidasi, bukan kotoran), tetapi merupakan predisposisi timbulnya infeksi sekunder.

4)   Hidradenitis Supurativa
     Infeksi stafilokokus pada kelenjar apokrin dapat menyebabkan peradangan supratif akut disertai pembentukan abses. Daerah aksila dan anogenital merupakan tempat yang sering terkena. Proses ini dapat menjadi kronis, disertai peningkatan jaringan parut fibrosa dan abses rekuren.

5)   Erisipelas
     Erisipelas adalah peradangan kulit akut yang menyebar, terutama pada wajah atau kulit kepala, sering disebabkan Streptococcus. Kulit yang terserang menjadi merah, panas, bengkak dan tebal. Dermis menunjukkan hipermia dan infiltrasi nutrofil. Tidak terjadi pembentukan abses lokal. Pasien memiliki tanda-tanda sistemik peradangan akut disertai demam tinggi.

6)   Selulitas
     Peradangan akut yang cepat menyebar pada jaringan subkutan terjadi sebagai komplikasi infeksi luka. Organisme yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus Pyogenes. Daerah yang meradang berwarna merah, panas, dan bengkak. Bakteremia sering terjadi dan pasien febril.
     Dua bentuk selulitas nekrotikan berat yang disebabkan oleh bakteri anaerob adalah angina Ludwig (yang mengenai dasar mulut dan leher) serta gangren Fournier pada skrotum.

7)   Fascitis Nekrotikan
     Fascitis Nekrotikan adalah penyebaran infeksi umum pada jaringan subkutan dalam, fasia dalam, dan otot rangka di bawahnya, terutama mengenai ekstermitas dan dinding abdomen. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob, ditanadai dengan nekrosis otot, fasia, dan kulit ekstensif serta terjadinya perdarahan kulit, nekrosis, dan lesi bolusa besar berisi cairan berwarna darah. Lesi cenderung menyebar cepat serta nenerlukan debridemen bedah darurat dan agresif.
     Salah satu jenis khusus fascitis nekrotikan disebabkan oleh Vibrio vulnificus yang merupakan pencemar ikan yang sering terdapat di perairan pantai. Sembilan puluh persen kasus disebabkan oleh adanya riwayat ingesti tiram mentah yang tercemar vibrio tersebut. Ingesti vibrio mengakibatkan bakteremia pada pasien penyakit hati kronis, yang merupakan kelompok utama yang rentan. Fascitis nekrotikan terjadi setelah bakteremia yang menyebar dengan cepat sehingga mengakibatkan kematian. Pengenalan agen secara dini memngkinkan pengobatan antibiotik yang sangat efektif.

8)   Antraks
     Antraks adalah infeksi yang jarang terjadi yang disebabkan oleh Bacillus anthracis(bakteri gram positif pembawa spora yang terutama ditemukan di dalam dan sekitar peternakan hewan). Antraks memiliki hubungan okupasional yang kuat dengan industri yang menangani produk hewani dan kulit (pertanian, tekstil, dan industri kulit). Sekitar 95% kasus terjadi pada utaneus akibat inokulasi kulit, 5% terjadi pada paru akibat menhirup spora.
     Antrak ditandai oleh peradangan akut hemorargik nekrotikan berat pada kulit yang disebabkan oleh virulensi organisme dan cenderung menghasilkan vaskulitis. Bakteremia terjadi pada kasus-kasus berat.



9)   Lepra (Penyakit Hensen)
     Lepra adalah penyakit yang sering terjadi di negara tropis. Di Amerika Serikat, lepra dijumpai di California Selatan, Hawai, dan negara bagian di selatan. Lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae, suatu bakteri tahan asam yang belum dibiakkan di media buatan.
     Gambaran klinikopatologk lepra bergantung pada reaksitvitas imunologik pejamu terhadap bakteri lepra. Terdapa spektrum pola penyakit yang berkisar dari tuberkuloid hingga lepromatosa, dengan borderline yan menunjukkan pola sedang.
A.  Lepra Tuberkuloid, terjadi pada pasien yang memiliki respon sel T yang baik terhadap bakteri. Organisme ini terletak di  tempat masuk, jumlah lesi kecil, dan penyebaran bakterimia jarang terjadi. Secara klinis lesi kulit merupakan makula anastetik hipopigmentasi. (Makula adalah daerah datar, berbatas-tegas yang mengalami perubahan warna). Keterlibatan saraf perifer besar (ulnaris, pronealis komunis, aurikularis magnus) menimbulkan penebalan dan palsi saraf yang dapat diraba (lumpuh pada tangan [wristdrop] dan kaki [footdrop] merupkaan gambaaran yang sering). Lesi kulit secara histologis ditandai dengan granuloma sel epitel, banyak limfosit, daan sejumlah kecil kuman lepra.
B.  Lepra Lepromatosa, terjad pada pasien yang mempunyai kadar imunitas selular yang rendah. Pada keadaan tidak adanya respon sel T yang efektif, bteri berkembang tidak terkendali di dalam makrofag kulit, membentuk “sel lepra” besar yang berbusa yang banyak ditemukan pada bakteri tahan asam. Agregasi menyebabkan penebalan dan nodularitas kulit, mata, saluran napas atas, dan testis. Bakteri lepra timbul terutama pada suhu di bawah 37 °C,  dan oran dalam (misal, limpa dan hati) yang jarang terserang pada suhu tubuh inti. Lepra jenis ini merupakan penyakit serius yang menyebabkan kerusakan pada jaringan. Terkenanya jari, hidung, dan telinga menimbulkan perubahan bentuk. Pengobatan tidak memuaskan.
C.  Lepra Borerline, memilik gambaran antara lepra tuberkuloid dan lepra lepromatosa.


2.3       Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1)        Mandi minimal 2 kali dalam sehari.Dengan mandi minimal 2 kali dalam sehari, kulit anda akan bersih terawat terhindar dari penyakit kulit. Karena biasanya orang yang jarang mandi akan mudah terjangkit penyakit jamur yang akan menimbulkan penyakit kulit

2)        Ganti pakaian setiap hari.Kebersihan adalah hal yang paling penting dalam menjaga kesehatan kulit. Jika pakaian yang kita gunakan adalah pakaian ynag kotor, ini bisa menyebabkan timbulnya panu dan juga jamur pada kulit.
3)        Jangan berada di bawah sinar matahari terlalu lama ketika siang hari.Sinar matahari memang baik, tapi itu pada jam tertentu saja. Ketika sudah jam 09.00 hingg sore hari, sifat dari sinar matahari adalah jahat karena dia sudah mengandung ultra violaet yang dapat menimbulakn beberapa masalah serius pada kulit diantaranya adalah kulit menjadi terbakar, iritasi dan juga memicu timbulnya penyakit kanker kulit. Untuk itu, jika anda hendak bepergian pada siang hari di atas jam 09.00, sebaiknya anda menggunakan lotion dan juga jaket pelindung untuk menghindari terpapar dengan sinar matahari secara langsung.

4)        Hindari menggaruk-garuk kulit terlalu keras.Hal ini bisa menyebabkan kulit lecet. Jika anda memang sedang gatal, sebaiknya di garuk sewajarnya saja. Dan jika masih gatal, anda bisa mengoleskan minyak angin atau balsem untuk menghilangkan rasa gatal itu.

5)        Hindari makanan yang menyebabkan alergi. Jika anda memilki riwayat alergi, hindari makanan yang menyebabkan alergi seperti gatal di kulit dan merah-merah di kulit. Ada beberapa orang yang memiliki riwayat alergi pada makanan tertentu misalnya telur dan udang. Mereka perlu untuk tetap menghindari konsumsi makanan jenis ini agar alergi tidak kambuh dan pada kulit tidak terjadi iritasi dan masih banyak lagi. Itulah beberapa tips untuk terhindar dari penyakit kulit.
6)        Pertahankan kulit cukup hidrasi:
a)   gunakan krim pada daerah yang kering
b)   jangan terus-menerus menggunakan tatarias yang tebal.
7)        Observasi perubahan kulit:
a)    Amati kulit secara keseluruhan dan sering. Gunakan cermin untuk  melihat seluruh tubuh.
b)   Catat dan konsultasikan perubahan warna, ukuran, dan keadaan cedera kulit yang sudah ada.
8)        Hindari terapi sendiri:
a)    Jangan gunakan resep lama pada cedera kulit baru atau lesi yang lain, serta jangan gunakan obat yang tidak diketahui secara pasti kegunaannya.
b)   Segera dapatkan nasihat medis atau kunjungi tempat pelayanan kesehatan bila terjadi gangguan kulit (Long, 1996).




BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
          Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan sekitarnya.Fungsi sistem integumen sebagai perlindungan, pengaturan suhu tubuh, ekskresi, metabolisme, dan komunikasi.
          Fungsi sistem integumen pada homeostasis yaitu sebagai sawar protektif bagian luar yang mencegah cairan internal keluar dari tubuh dan mikroorganisme asing masuk ke dalam tubuh. Faktor-Faktor yang Mengganggu Fungsi Sistem Integumen yaitu Kelainan genetik, Kelainan kongenital, Idiopatik, hipersensitivitas, dan trauma. Jenis Bakteri/ Mikroba Terkait Penyakit pada Sistem Integumen yaitu StaphylococcusAureus, Streptococcus Pyghenes, Propioni-bacterium acnes, Bacillus anthracis, Mycobacterium leprae, Mycobcterium tuberculosis, Mycrocteru marinum dan lain-lain.

3.2     Saran
          Sebagai perawat yang baik, sebaiknya kita harus mempelajari tentang patfisiologi sistem integumen agar dapat mengetahui jenis-jenis penyakit terkait sistem integumen.





Daftar Pustaka
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. (2000). Patofsiolgi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tamher, Sayuti, Heryati. (2011). Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta Timur : CV Trans Info Media.
Taylor, Clive R. (2006). Ringkasan Patalogi Anatomi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Tersedia Online di : http://dokumen.tips/documents/makalah-sistem-integumen-55b08ab768cd4.html.             Diakses pada tanggal 29 April 2016