Hari ini saya mau post, tapi post kali ini berbeda dengan post-post sebelumnya. Karen kali ini saya akan post tentang Sistem Integumen. Kalian tau gak sih apa itu Sistem Integumen? Naaah bagi yang belum tau atau yang sudah tau tapi mau lebih jelas lagi, mari dibaca postan saya ini yaaaa!
Ini adalah makalah yang pernah saya buat sewaktu diberi tugas membuat makalah tentang Sistem Integumen oleh dosen saya.
Selamat membacaaaa!!!
2.1 Sistem Integumen
A.
Pengertian
Sistem Integumen
Kata
integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang berarti
"penutup". Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem
organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia
terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling luas, dimana
orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
Sistem integumen meliputi kulit dan
derivatnya. Kulit yang sebenarnya adalah lapisan penutup yang umumnya terdiri
atas dua lapisan utama yang letaknya disebelah luar jaringan ikat, kendur.
Sedangkan derivat integumen meliputi struktur-struktur tertentu yang secara
ontogeni berasal dari salah satu dari kedua lapisan utama pada kulit yang
sesungguhnya yaitu epidermis dan dermis. Stuktur-struktur tersebut mencakup
kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat
atau lendir).
B. Fungsi Sistem Integumen
1)
Perlindungan.
Kulit melindungi tubuh dar mikroorganisme, penarikan
atau kehilangan cairan, dan dari zat iritan kimia maupun mekanik. Pigmen
melanin yang terdapat dalam kulit memberikan perlindungan selanjutnya terhadap
sinar ultraviolet matahari.
2)
Pengaturan
suhu tubuh. Pembuluh darah dan kelejar keringat
dalam kulit berfungsi untuk mempertahankan dan mengatur suhu tubuh. Tubuh
secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan
yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama lewat kulit. Tiga
proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke
lingkungan. Proses pertama yaitu radiasi, merupakan pemindahan panas ke benda
lain yang suhunya lebih rendah dan berada pada suatu jarak tertentu. Proses
kedua, yang dinamakan konduksi, merupakan pemindahan panas dari tubuh ke benda
lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh. Panas yang
dipindahkan lewat konduksi ke udara yang melingkupi tubuh akan dihilangkan
melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang terdiri atas pergerakan massa
molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.
3)
Ekskresi. Zat berlemak,
air, dan ion-ion sepert Na+ dieksresi melalui kelenjar-kelenjar pada
kulit.
4)
Metabolisme.
Dengan bantuan radiasi sinar matahari atau sinar ultraviolet, proses sintesis
vitamin D yang penting untuk pertumbuhan dan perkembnagan tulang, dimulai dari
sebuah molekul prekursor (deehidrokolesterol-7) yang ditemukan di kulit.
5)
Komunikasi
a. Semua
stimulus dari lingkungan diterima oleh kulit melalui sejumlah reseptor khusus
yang mendeteksi sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan, tekanan, dan
nyeri.
b. Kulit
merupakan media ekspresi wajah dan refleks vaskular yang penting dalam
komunikasi.
2.2 Peranan Sistem
Integumen dalam Pengaturan Homeostasis Tubuh
A.
Pengertian
Homeostasis
Homeostasis adalah Kemampuan proses fisiologis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan hidup guna
memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau ekuilibrium ( Cannon, 1926
). Homeostasis adalah Suatu proses perubahan yang terus menerus atau
suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi kondisi
yang dialaminya yang sifatnya dinamis yang berlangsung secara konstan, dan
terjadi pada setiap organisme.
Proses homeostasis ini dapat terjadi apabila tubuh
mengalamai stress sehingga tubuh secara alamiyah akan melakukam mekanisme
pertahanan diri untuk menjaga kondisisi yang seimbang.Dalam mempelajari cara
tubuh melakukan proses homeostasis ini dapat melalui 2 cara diantaranya:
1. Self regulation dimana
sistem ini terjadi secara ototmatis pada orang yang sehat seperti dalam
pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
2. Berkompensasi yaitu
tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan dalam tubuh sebagai
contoh apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin maka proses dalam
tubuh khususnya pembuluh darah akan mengalami kontraksi pembuluh darah perifer
dan merangsang pada pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan
pada otot yang akhirnya menggigil yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu
tetap stabil. Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini
merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki
dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri
mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
Cara umpan balik untuk mengkoreksi ketidakseimbangan fisiologis, hal ini dapat
dicontohkan apabila seseorang terjadi hipoksia akan terjadi proses peningkatan
denyut jantung yang cepat untuk membawa darah dan oksigen yang cukup keseluruh
tubuh.
Cairan
tubuh merupakan objek homeostasis karena dalam cairan tubuh diatur keseimbangan
bermacam-macam elektrolit.Homeostasis juga mengatur keseimbangan asam dan basa.
Cairan tubuh diatur agar suhunya selalu konstan 370C dengan cara
mekanisme produksi dan pelepasan panas. Contoh homeostasis yang ringkas
ialah:Apabila cuaca panas, sistem kulit akan
merespon dengan mengeluarkan peluh melalui kelenjar keringat pada
epidermis kulit untuk mencegah suhu darahnya meningkat, pembuluh darah akan
mengembang untuk mengeluarkan panas ke sekitarnya, hal ini juga menyebabkan
kulit berwarna merah.
B.
Proses Pengaturan dalam Tubuh Manusia
Diantara kemungkinannya ialah:
1.
Apabila banyak garam dalam badan dan
kurang air
2.
Apabila kurang garam dalam badan dan
banyak air
3.
Apabila kadar garam lebih dari jumlah normal
dan kurang air dalam badan, tekanan osmosis
Faktor-faktor lingkungan internal yang
harus dipertahankan secara homeostasis:
1.
Konsentrasi molekul zat-zat gizi
2.
Konsentrasi O2 dan CO2.
3.
Konsentrasi zat-zat sisa
4.
pH
5.
Konsentrasi garam-garam, air, dan
elektrolit-elektrolit lain
6.
Suhu
7.
Volume dan tekanan.
C.
Peran Sistem Integumen untuk Homeostasis
Sistem integumen berfungsi
sebagai sawar protektif bagian luar yang mencegah cairan internal keluar dari
tubuh dan mikroorganisme asing masuk ke dalam tubuh. Jumlah panas yang
dikeluarkan dari permukaan tubuh ke lingkungan eksternal dapat disesuaikan.
·
Peran
Kulit dalam Termogulasi. Panas tubuh
dihasilkan dari aktivitas metabolik dan pergerakan otot. Panas seperti ini
harus dikeluarkan, atau suhu tubuh akan naik diatas batas normal. Pada lingkungan
bersuhu dingin, panas harus dipertahankan atau suhu tubuh akan turun dibawah
batas normal.
1)
Pengeluaran
Panas di Kulit. Berlangsung melalui proses
evaporasi air yang disekresi oleh kelenjar keringat dan juga melalui proses
persipirasi tak kasat mata (difusi molekul air melalui kulit).
·
Pada cuaca panas dan
lembab, keringat sangat banyak keluar, tetapi tingkat evaporasi sangat rendah
sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman. Dengan demikian, berkeringat sebagai
salah satu mekanisme pendinginan, hanya akan efisien pada tingkat kelembaban yang
lebih rendah.
·
Pengeluaran keringat
dikendalikan melalui sistem saraf, yang merespon pemanasan atau pendinginan
darah secara berlebihan.
2)
Retensi
panas adalah salah satu fungsi dari kulit dan
jaringan adiposa dalam lapisan subkutan. Lemak merupakan insulator panas untuk
tubuh dan derajat insulasi bergantung pada jumlah jaringan adiposa.
3)
Pembuluh
Darah. Dalam papilla dermal juga dikendalikan
oleh sistem saraf.
·
Jika pembuluh darah
berdilatasi, aliran darah ke permukaan kulit akan meningkat, sehinggga konduksi
panas pada bagian eksterior dapat terjadi.
·
Pembuluh darah berkontruksi
untuk menurunkan aliran darah ke permukaan kulit dalam upaya mempertahankan
panas tubuh sentral.
2.3 Faktor-Faktor yang
Mengganggu Fungsi Sistem Integumen dan Manifestasinya
A. Kelainan genetik.
Pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital
pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang
sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan
adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan
kromosom autosom trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolism) kelainan pada kromosom
kelamin sebagai sindrom Turner.
B. Kelainan
kongenitalmerupakan kelainan
dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus,
lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal
ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya
akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi
kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik
dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi
lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital
dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
C. Idiopatik. Berasal dari bahasa Latin idio (sendiri) dan
patheia (kesakitan). Idiopatik berarti penyebabnya tidak diketahui. Setiap
penyakit yang penyebabnya tidak pasti atau tidak diketahui dapat disebut
idiopatik. Misalnya, polineuritis akut idiopatik, trombositopenik purpura
idiopatik, hipertensi intrakranial idiopatik, fibrosis paru idiopatik,
skoliosis idiopatik, dll.
D. Reaksi Hipersensitivitasadalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu
senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang
berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun
berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas
terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.
Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi
hipersensitivitas.
1)
Reaksi Hipersensitivitas Tipe-I ( Reaksi Alergi ).
2)
Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ( Reaksi
Sitotoksik )
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan
oleh antibodi berupa imunolobulin G (IgG) dan imunoglobulin
E (IgE) untuk melawan antigen pada
permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik
pada sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen
tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen
permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target
sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang)
yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan
jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
· Anemia
hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang
dapat menempel pada permukaan sel
darah merah dan berperan seperti hapten
untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan
menyebabkan lisis sel darah merah); dan
· Sindrom
Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).
3)
Reaksi Hipersensitivitas Tipe-III ( Imun
Kompleks)
Hipersensitivitas tipe III merupakan
hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini
disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut
di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau
peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi
dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun,
kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus,
lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan
sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis
memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi
pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga
terjadi pada penderita penyakit autoimun.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran
sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi
beberapa organ,
seperti kulit,
ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam
bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis
kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena kelebihan
antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis
akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu
terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena
kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan
antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi
timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang
diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A.
fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja
lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat
keju.
4)
Reaksi Hipersensitivitas Tipe-IV ( Delayed Type
Hypersensitivity )
Hipersensitivitas
tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe
lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk
aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin,
serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas
tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tipe
|
Waktu reaksi
|
Penampakan klinis
|
Histologi
|
Antigen dan situs
|
Kontak
|
48-72 jam
|
Eksim (ekzema)
|
||
Tuberkulin
|
48-72 jam
|
Pengerasan
(indurasi) lokal
|
Intraderma
(tuberkulin, lepromin, dll.)
|
|
Granuloma
|
21-28 hari
|
Pengerasan
|
Makrofag, epitheloid dan
sel raksaksa, fibrosis
|
A. Trauma
1) Luka bakar,
adalah cedera luka bakar diakibatkan dari serangan langsung, memasak, merokok,
ledakan, kebakaran rumah, kontak dengan objek panas, kecelakaan mandi air
panas, dan factor lain. Cedera luka bakar terjadi pada setiap kelompok umur dan
jenis kelamin. Bila ini terjadi, tidak hanya melibatkan jarngan kulit tetapi
juga semua system tubuh. Kedalaman cedera termal bergantung pada agens
pembakar, suhu, dan lamanya pemajanan pada pana. Titik ekuilibrium kulit
kira-kira 44˚C. suhu ini dapat ditoleransi sampai 6 jam tanpa terbakar. Luka
bakar diklasifikasikan sebagai derajat pertama, kedua, dan ketiga. Kedalaman
cedera sulit untuk dikaji pada periode pasca-terbakar awal, dan secara garis
besar di bagi menjadi cederaketebalan parsial dan cedera ketebalan penuh.
· Luka bakar ketebalan
parsial : mencakup derajat pertama dan kedua
serta cedera dermal dalam.
· Luka bakar ketebalan
penuh : mencakup destruksi lapisan kulit atau
mencakup jaringan subkutan, otot, atau bahkan tulang. Penyebabnya sama dengan
luka bakar ketebalan parsial. Penampilan luka bervariasi, putih, hitam, coklat,
atau merah tua. Kerusakan jarigan pada luka bakar ini bergantung pada ukuran
area yang terbakar, kedalaman dan lokasinya, usia korban, adanya penyakit atau
cedera penyerta, dan stats psikologis korban.
Ø Kedalaman Luka Bakar
· Luka bakar derajat satu
(super ficial partial-thickness). Epidermis mengalami
kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa
terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami
lepuh/bullae.
· Luka bakar derajat dua
(deep partial-thickness). Meliputi destruksi
epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang
· lebih
dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan.
Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler;
folikel rambut masih utuh.
· Luka bakar derajat tiga
(full-thickness). Meliputi destruksi total
epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di
bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga
merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena
serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan
kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
Perkiraan persentase area permukaan
tubuh total yang telah terbakar penting untuk menentukan kebutuhan cairan dan
nutrisi. Aturan Sembilan telah menjadi standar untuk memperkirakan area luka
bakar. Metode ini mempuyai beberapa keterbatasan bergantung pada usia pasien
(kepala anak-anak menunjukan persentase lebih dari permukaan tubuh orang dewasa).
Dan luasnya cedera actual derajat tiga.
2.1 Gambaran Laboratorium
1. Biopsi Kulit
Mendapatkan jaringan untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopik dengan cara eksisi dengan scalpel atau alat penusuk
khusus ( skin punch) dengan mengambil bagian tengah jaringan.
Indikasi : Pada
nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan
bentuk yang tidak lazim. Pembentukan lepuh.
2. Patch Test
Untuk mengenali substansi yang menimbulkan
alergi pada pasien dibawah plester khusus (exclusive putches).
Indikasi : Dermatitis,
gejalak kemerahan, tonjolan halus, gatal-gatal. Reaksi + lemah. Blister yang
halus, papula dan gatal-gatal yang hebat reaksi + sedang.
-Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat.
-Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat.
Penjelasan
pada pasien sebelum dan sesudah pelaksanaan patch test :
·
Jangan menggunakan obat
jenis kortison selam satu minggu sebelum tanggal pelaksanaan.
·
Sample masing-masing
bahan tes dalam jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram
kemudian ditempel pada punggung,dengan jumlah yang bervariasi. (20-30 buah).
·
Pertahankan agar daerah
punggung tetap kering pada saat plester masih menempel.
·
Prosedur dilaksanakan
dalam waktu 30 menit.
·
2-3 hari setelah tes
plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi.
3. Pengerokan Kulit
Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi,
jamur, yang dicurigai.dengan menggunakan skatpel yang sudah dibasahi dengan
minyak sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata pisau hasil kerokan
dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan diperiksa dengan
mikroskop.
4. Pemeriksaan Cahaya Wood
(Light Wood)
Menggunakan cahaya UV gelombang panjang
yang disebut black light yang akan menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu
gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas pada ruangan yang gelap, digunakan
untuk memebedakan lesi epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan
hiperpigmentasi.
5.
Apus
Tzanck
Untuk
memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan.
Indikasi
:
·
Herpes
zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus.
·
Secret dari lesi yang
dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa.
2.2 Jenis Bakteri/ Mikroba
Terkait Penyakit pada Sistem Integumen
A.
Tuberkulosis
: Mycobcterium tuberculosis terkadang
menginfeksi kulit sehingga menyebabkan lupus vulgaris, yang ditandai dengan
bercak merah pada wajah. Srofuloderma adalah keterlibatan kulit pada kelenjar
limfe tuberkulosa, biasanya pada leher. Kedua lesi tersebut ditandai dengan
granulo kaeosa dan dari granulo tersebut dapat dibiakkan M. tuberculosis.
B.
Mycrocteru
marinum : Bakteri ini merupakan Mycobacterium atipik yang kadang-kadang
ditemukan di dalam air laut, kolam renang, dan akuarium. Mycobacterium ini menyebabkan lesi kulit nodul granulomatosa kronis
atau lesi kulit ulseratif pada bagan yang terpajan (“granuloma kolam renang”). Biakan diperlukan untuk membedakan M. Marinum dan M. Tuberculosis.
C.
Mycobacterium
ulcerans : Organisme ini menyebabkan ulkus
Buruli, yang sering dijumpai di beberapa negara Afrika, ditnda denn ulserasi
luas pada kulit. Sejumlah besar basil tahan asam terdapat d dalam lesi
tersebut. Biakan M ulcerans bersifat diagnostik.
Penyakit
pada Sistem Integumen yang disebabkan oleh Bakteri
1)
Impetigo
Impetigo adalah infeksi permukaan epidermis yang disebabkan oleh
StaphylococcusAureus atau Streptococcus Pyghenes. Impetigo paling
sering terjadi pada anak-anak terutama pada wajah, yan dapat menyebar karena
digaruk. Penularan melalui kontak langsung : Impetigo sangat menular.
Umumnya, impetigo mulai sebagai putsul (lepuh berisi pus) yang
ruktur dan membentuk kusta tebal, kuning, dan translusen. Secara mikroskopis,
lepuh terdapat pada bagian permukaaan epidermis. Eredikasi infeksi dengan antibiotik
menyebabkan pemulihan yang cepat tanpa jaringan parut.
Impetgo neonatal merupakan varian sangat serius pada bayi yang
disebabkan oleh strain stafilokokus yang menimbulkan toksin epidermolitik. Bula
meluas dan membesar, mengakibatkan pengelupasan epidermis permukaan dalam area
yang luas (“scalded skin syndrome”).
2)
Infeksi
Folikel Rambut
“Folikulitis” sangat
sering dijumpai, terjadi pada bagian tubuh yang terdapat rambut, sering pada
wajah dan badan bagian atas, Staphylococcus
aureus merupakan patogen yang biasa djumpai dan menimbulkan peradangan akut
tipikal disertai nyeri, pembengkakan, dan eritema. Supurasi menimbulkan abses,
atau furunkel (bisul atau jerawat biasa). Bisul yang berkaitan dengan bulu mata
disebut bintit (sty) atau hordeolum.
Karbunkel merupakan infeksi yang jauh lebih serius yang dimulai
sebagai folikulitis, tetapi menyebar ke dalam dan lateral membentuk massa
peradangan besar dengan banyak daerah supurasi. Karbunkel terutama serng
dijumpai pada pasien diabetes dan dapat menyebabkan bakteremia.
3)
Akne
Vulgaris
Meskipun bukan merupakan infeksi primer, lesi akne vulgaria
serin terinfeksi patogen derajat rendah. Lesi akne vulgaria adalah komedo
(kepala hitam atau kepala putih), yang terdiri atas struktur pilosebaseus
berisi keratin dan lipid. Sekresi keratin dan sebasea yang tertahan dihancurkan
oleh bakteri anaerob (misal, Propioni-bacterium
acnes), menyebabkan peradangan akut yang dapat berkembang menjadi abses
yang sangat menyerupai funankel, terutma jika terjadi infeksi sekunder.
Akne mengenai banyak remaja usia pubertas. Penyebabnya tidak
pasti. Peningkatan kadar hormon seks pada masa pubertas dapat mempengaruhi mutu
sekresi sebasea, dan pada beberapa ndivdu bahan makanan tertentu tampak
mengeksaserbasi kondisi tersebut, menunjukkan fenomena alergik. Higiens yang
buruk secara tidak jelas turut berperan pada timbulnya komedo (kepala hitam
adalah lipid teroksidasi, bukan kotoran), tetapi merupakan predisposisi
timbulnya infeksi sekunder.
4)
Hidradenitis
Supurativa
Infeksi stafilokokus
pada kelenjar apokrin dapat menyebabkan peradangan supratif akut disertai
pembentukan abses. Daerah aksila dan anogenital merupakan tempat yang sering
terkena. Proses ini dapat menjadi kronis, disertai peningkatan jaringan parut
fibrosa dan abses rekuren.
5)
Erisipelas
Erisipelas adalah peradangan kulit akut yang menyebar, terutama
pada wajah atau kulit kepala, sering disebabkan Streptococcus. Kulit yang terserang menjadi merah, panas, bengkak
dan tebal. Dermis menunjukkan hipermia dan infiltrasi nutrofil. Tidak terjadi
pembentukan abses lokal. Pasien memiliki tanda-tanda sistemik peradangan akut
disertai demam tinggi.
6)
Selulitas
Peradangan akut yang cepat menyebar pada jaringan subkutan
terjadi sebagai komplikasi infeksi luka. Organisme yang biasa menginfeksi
adalah Streptococcus Pyogenes. Daerah
yang meradang berwarna merah, panas, dan bengkak. Bakteremia sering terjadi dan
pasien febril.
Dua bentuk selulitas nekrotikan berat yang disebabkan oleh
bakteri anaerob adalah angina Ludwig (yang mengenai dasar mulut dan leher)
serta gangren Fournier pada skrotum.
7)
Fascitis
Nekrotikan
Fascitis Nekrotikan adalah penyebaran infeksi umum pada jaringan
subkutan dalam, fasia dalam, dan otot rangka di bawahnya, terutama mengenai
ekstermitas dan dinding abdomen. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh bakteri
anaerob, ditanadai dengan nekrosis otot, fasia, dan kulit ekstensif serta
terjadinya perdarahan kulit, nekrosis, dan lesi bolusa besar berisi cairan
berwarna darah. Lesi cenderung menyebar cepat serta nenerlukan debridemen bedah
darurat dan agresif.
Salah satu jenis khusus fascitis nekrotikan disebabkan oleh
Vibrio vulnificus yang merupakan pencemar ikan yang sering terdapat di perairan
pantai. Sembilan puluh persen kasus disebabkan oleh adanya riwayat ingesti
tiram mentah yang tercemar vibrio tersebut. Ingesti vibrio mengakibatkan
bakteremia pada pasien penyakit hati kronis, yang merupakan kelompok utama yang
rentan. Fascitis nekrotikan terjadi setelah bakteremia yang menyebar dengan
cepat sehingga mengakibatkan kematian. Pengenalan agen secara dini memngkinkan
pengobatan antibiotik yang sangat efektif.
8)
Antraks
Antraks adalah infeksi yang jarang terjadi yang disebabkan oleh Bacillus anthracis(bakteri gram positif
pembawa spora yang terutama ditemukan di dalam dan sekitar peternakan hewan). Antraks
memiliki hubungan okupasional yang kuat dengan industri yang menangani produk
hewani dan kulit (pertanian, tekstil, dan industri kulit). Sekitar 95% kasus
terjadi pada utaneus akibat inokulasi kulit, 5% terjadi pada paru akibat
menhirup spora.
Antrak ditandai oleh peradangan akut hemorargik nekrotikan berat
pada kulit yang disebabkan oleh virulensi organisme dan cenderung menghasilkan
vaskulitis. Bakteremia terjadi pada kasus-kasus berat.
9)
Lepra
(Penyakit Hensen)
Lepra adalah penyakit yang sering terjadi di negara tropis. Di
Amerika Serikat, lepra dijumpai di California Selatan, Hawai, dan negara bagian
di selatan. Lepra disebabkan oleh Mycobacterium
leprae, suatu bakteri tahan asam yang belum dibiakkan di media buatan.
Gambaran klinikopatologk lepra bergantung pada reaksitvitas
imunologik pejamu terhadap bakteri lepra. Terdapa spektrum pola penyakit yang
berkisar dari tuberkuloid hingga lepromatosa, dengan borderline yan menunjukkan pola sedang.
A.
Lepra
Tuberkuloid, terjadi pada pasien yang memiliki
respon sel T yang baik terhadap bakteri. Organisme ini terletak di tempat masuk, jumlah lesi kecil, dan
penyebaran bakterimia jarang terjadi. Secara klinis lesi kulit merupakan makula
anastetik hipopigmentasi. (Makula adalah daerah datar, berbatas-tegas yang
mengalami perubahan warna). Keterlibatan saraf perifer besar (ulnaris,
pronealis komunis, aurikularis magnus) menimbulkan penebalan dan palsi saraf
yang dapat diraba (lumpuh pada tangan [wristdrop] dan kaki [footdrop] merupkaan
gambaaran yang sering). Lesi kulit secara histologis ditandai dengan granuloma
sel epitel, banyak limfosit, daan sejumlah kecil kuman lepra.
B.
Lepra
Lepromatosa, terjad pada pasien yang mempunyai kadar
imunitas selular yang rendah. Pada keadaan tidak adanya respon sel T yang
efektif, bteri berkembang tidak terkendali di dalam makrofag kulit, membentuk
“sel lepra” besar yang berbusa yang banyak ditemukan pada bakteri tahan asam.
Agregasi menyebabkan penebalan dan nodularitas kulit, mata, saluran napas atas,
dan testis. Bakteri lepra timbul terutama pada suhu di bawah 37 °C, dan oran dalam (misal, limpa dan hati) yang
jarang terserang pada suhu tubuh inti. Lepra jenis ini merupakan penyakit
serius yang menyebabkan kerusakan pada jaringan. Terkenanya jari, hidung, dan
telinga menimbulkan perubahan bentuk. Pengobatan tidak memuaskan.
C.
Lepra
Borerline, memilik gambaran antara lepra
tuberkuloid dan lepra lepromatosa.
2.3 Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
1)
Mandi
minimal 2 kali dalam sehari.Dengan mandi minimal 2 kali dalam
sehari, kulit anda akan bersih terawat terhindar dari penyakit kulit. Karena
biasanya orang yang jarang mandi akan mudah terjangkit penyakit jamur yang akan
menimbulkan penyakit kulit
2)
Ganti pakaian setiap hari.Kebersihan adalah
hal yang paling penting dalam menjaga kesehatan kulit. Jika pakaian yang kita
gunakan adalah pakaian ynag kotor, ini bisa menyebabkan timbulnya panu dan juga
jamur pada kulit.
3)
Jangan berada di bawah sinar matahari terlalu lama ketika siang hari.Sinar matahari memang baik, tapi itu pada jam tertentu saja. Ketika
sudah jam 09.00 hingg sore hari, sifat dari sinar matahari adalah jahat karena
dia sudah mengandung ultra violaet yang dapat menimbulakn beberapa masalah
serius pada kulit diantaranya adalah kulit menjadi terbakar, iritasi dan juga memicu
timbulnya penyakit kanker kulit.
Untuk itu, jika anda hendak bepergian pada siang hari di atas jam 09.00,
sebaiknya anda menggunakan lotion dan juga jaket pelindung untuk menghindari
terpapar dengan sinar matahari secara langsung.
4)
Hindari menggaruk-garuk kulit
terlalu keras.Hal ini
bisa menyebabkan kulit lecet. Jika anda memang sedang gatal, sebaiknya di garuk
sewajarnya saja. Dan jika masih gatal, anda bisa mengoleskan minyak angin atau
balsem untuk menghilangkan rasa gatal itu.
5)
Hindari makanan yang menyebabkan alergi. Jika
anda memilki riwayat alergi, hindari makanan yang menyebabkan alergi seperti
gatal di kulit dan merah-merah di kulit. Ada beberapa orang yang memiliki
riwayat alergi pada makanan tertentu misalnya telur dan udang. Mereka perlu
untuk tetap menghindari konsumsi makanan jenis ini agar alergi tidak kambuh dan
pada kulit tidak terjadi iritasi dan masih banyak lagi. Itulah beberapa tips
untuk terhindar dari penyakit kulit.
6)
Pertahankan kulit cukup hidrasi:
a) gunakan krim pada daerah yang kering
b) jangan terus-menerus menggunakan tatarias yang tebal.
7)
Observasi perubahan kulit:
a) Amati
kulit secara keseluruhan dan
sering. Gunakan cermin untuk melihat seluruh tubuh.
b) Catat
dan konsultasikan perubahan warna, ukuran, dan keadaan cedera kulit yang
sudah ada.
8)
Hindari
terapi sendiri:
a) Jangan
gunakan resep lama pada cedera kulit baru atau lesi yang lain, serta jangan
gunakan obat yang tidak diketahui secara pasti kegunaannya.
b) Segera
dapatkan nasihat medis atau kunjungi tempat pelayanan kesehatan bila
terjadi gangguan kulit (Long, 1996).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem integumen atau biasa disebut
kulit adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan
menginformasikan manusia terhadap lingkungan sekitarnya.Fungsi sistem integumen
sebagai perlindungan, pengaturan suhu tubuh, ekskresi, metabolisme, dan
komunikasi.
Fungsi
sistem integumen pada homeostasis yaitu sebagai sawar protektif bagian luar
yang mencegah cairan internal keluar dari tubuh dan mikroorganisme asing masuk
ke dalam tubuh. Faktor-Faktor yang Mengganggu Fungsi Sistem
Integumen yaitu Kelainan genetik, Kelainan
kongenital, Idiopatik, hipersensitivitas, dan trauma. Jenis Bakteri/
Mikroba Terkait Penyakit pada Sistem Integumen yaitu StaphylococcusAureus, Streptococcus
Pyghenes, Propioni-bacterium acnes, Bacillus anthracis, Mycobacterium leprae,
Mycobcterium tuberculosis, Mycrocteru
marinum dan lain-lain.
3.2
Saran
Sebagai perawat yang baik, sebaiknya
kita harus mempelajari tentang patfisiologi sistem integumen agar dapat
mengetahui jenis-jenis penyakit terkait sistem integumen.
Daftar Pustaka
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi
dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. (2000). Patofsiolgi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tamher, Sayuti, Heryati. (2011). Patologi
Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta Timur : CV Trans Info Media.
Taylor, Clive R. (2006). Ringkasan Patalogi Anatomi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Tersedia Online di : http://dokumen.tips/documents/makalah-sistem-integumen-55b08ab768cd4.html.
Diakses pada tanggal 29 April
2016